NAMA : MARJALINDA
NIM : 170202002
JUDUL : PRANATA SOSIAL HUKUM ISLAM
PENGARANGA:
Prof. Dr. H. OYO SUNARYO MUKHLAS, M.Si
PENERBIT : PT REFIKA ADITAMA
TAHUN : 2015
TEBAL
BUKU : 296 HALAMAN
MATKUL : PENGANTAR ILMU HUKUM DAN PRANATA
SOSIAL
ZAKAT, INFAQ, SHADAQAH DAN FENOMENA BADAN PENGELOLANYA
A.
Pengertian
Dan Konsep Zakat, Infaq Dan Shadaqah
1.
Pengartian
dan konsep zakat
Kata zakat merupakan kata dasar dari
“zaka“ yang artinya tumbuh, suci, baik dan bertambah. Sedangkan menurut istilah
zakat yang dikemukakan para ahli berbeda-beda. Diantaranya dikemukakan oleh
al-Faruki, yang menyatakan bahwa zakat itu sebenarnya sweaten
(memaniskan kekayaan sehingga menjadi halalan thayyiban, yang berkah dan nikmat
yang dirasakan dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Kekayaan yang tidak
dizakatkan akan membuat kehidupan menjadi pahit sehingga membawa kesengsaraan.
Secara garis besar, zakat itu sendiri terbagi
menjadi dua bagian, yaitu zakat jiwa (nafs) atau yang lebih dikenal dengan
zakat fitrah dan dikeluarkan setahun sekali, dan zakat maal (harta) yang
terdiri dari beberapa jenis yaitu zakat emas, perak, uang, hasil niaga,
peternakan, pertanian, pertambangan, dan profesi.
Dasar
hukum zakat ini terdapat banyak dalam al-Quran diantaranya terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 43, 110’
117,277, QS. An-Nisa’ ayat 77, 162.
2.
Pengertian
dan konsep infak
Kata
infak sendiri berasal dari kata kerja anfaqa
yang dapat berarti menggunakan. Dalam ensiklopedia makna al-Quran, infaq
diartikan dengan mengeluarkan harta dan seumpamanya dalam berbagai lapangan
kebaikan. Menginfakan harta berarti mengeluarkan dari tempatnya dan
menggunakannya. Namun maksud infaq disini adalah penggunaan uang atau harta untuk kebajikan
dengan mengharapkan pahala dari Allah, tanpa tujuan duniawi.
Dalam
pandangan Hasan al-Basri, infaq mencakup dua sisi, yaitu infaq wajib (zakat)
dan infaq sunat (pemberian kebajikan biasa). Salah satu rujukan yang berkaitan
dengan infaq adalah terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 219 , yang artinya “dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “yang lebih
dari keperluan”, demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepamu agar kamu
berpikir.
Adapun komunitas orang yang pantas dan layak
untuk menerima infaq adalah sebagaimana Allah telah menyebutkan dalam QS. Al-
Baqarah ayat 215, yang artinya: “mereka bertanya kepadamu tentang apa yang
mereka nafkahkan, jawablah: apa saja harta
yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam
perjalanan. Dan kebajikan apa saja yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha
mengetahuinya.
Nafkah
keluarga yang pada hakikatnya merupakan kewajiban kepada keluarga, dapat juga
diidentifikasi dan disebut dengan infaq. Selanjunya, apabila menafkahi keluarga
itu diberikan untuk mengharapakan
keridhoan Allah SWT, maka ia bernilai infaq da ibadah yang berpahala besar.
Dari pengertian dan penjelasan itu, maka konsep infak tampak lebih luas dan
lebih umum dibandingkan dengan konsep zakat. Karena dalam konsep infaq tidak
ditentukan jenis, jumlah, dan waktu penunaiany sebagaimana hal itu di tentukan
untuk zakat. Dalam zakat bukan hanya jenis, jumlah dan waktu pengeluaranya yang
ditentukan, tetapi juga komunitas atau golongan yang menerimanya ditentukan
secara pasti dan rincih.
3.
Pengertian,
konsep dan macam-macam shadaqah
Sedekah
berasal dari kata al-shidq yang berarti benar dan konsisten dalam segala
keadaan. Disebut shadaqah karena harta yang dikeluarkan untuk orang lain dengan
tujuan mendekatkan diri kepada Allah merupakan manifestasi kebenaran dan
konsisten dalam beribadah.
Dalam
konteks yang lebih umum, shadaqah dapat bermakna infaq, zakat dan kebaikan non
materi. Tetapi yang jelas, shadaqah memiliki makna yang lebih luas dari pada
zakat dan infaq. Dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW, bersabda, dengan
memberikan jwaban kepada orang-orang miskin yang cemburu terhadap orang-orang
kaya yang bershadakah dengan harta mereka. Beliau mengatakan “ setiap tasbih
adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah,
setiap tahlil adalah shadaqah, amar ma’ruf adalah shadaqah, nahi mungkar adalah
shadaqah dan menyalurkan syahwatnya terhadap istri juga adalah shadaqah.
Shadaqah memiliki banyak macam-macamnya
yaitu:
a)
Tasbih,
Tahlil dan Tahmid
b)
Amal
ma’ruf nahi mungkar
c)
Hubungan
intim suai istri
d)
Bekerja
dan memberi nafkah keluarga
e)
Membantu
urusan orang lain
f)
Mengishlah
dua orang yang berselisih
g)
Menjenguk
orang sakit
h)
Berwajah
manis dan memberi senyum
i)
Dan
berlomba-lomba dalam amalan sehari-hari
Adapun yang menjadi dasar bershadaqah adalah terdapat dalam banyak
hadits Rasulullah diantaranya “Rasulullah berdabda: tidaklah shadaqah itu
mengurangi harta” (HR. Muslim)
B. Hikmah
Infaq, Zakat Dan Shadaqah
Sejatinya berbuat kebajikan kepada orang lain adalah ajakan mulia
yang dianjurkan oleh semua agama, tetapi dalam konteks ini Islam berbeda dengan
agama lain. Disamping anjuran agar manusia suka dan gemar menolong, Islam juga
melembagakan perbuatan kebajikan berupa zakat yang harus dikeluarkan oleh warga
muslim yang memenuhi syarat untuk itu. secara garis besar hikmahnya adalah:
1)
Menghindari
kesenjangan sosial antara orang kaya dengan orang miskin
2)
Membersihkan dan mengikis ahlak yang buruk
3)
Alat pembersih harta penjagaan dari ketamakan
orang jahat
4)
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah Allahberikan
5)
Untuk mengembangkan potensi umat
6)
Dukungaan
moral kepada orang yang baru mengnal memeluk Islam
7)
Dan
menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat.
C.
Zakat
Sebagai Pilar Ekonomi Umat
Para fuqaha dan ahli hukum Islam sepakat bahwa zakat merupakan
sumber dan ladang potensial yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi
memerangi dan mengentaskan kemiskinan, bahkan dapat mensejahterakan ekonomi
dikalangna umat Islam.
Bagi kalangan umat Islam, termaksud musim di Indonesia, zakat bukan
satu-satunya unsur dari sistem keuangan masyarakat yang diatur berdasarkan ketentuan
syariat Islam. Karena selain zakat terdapat infaq dan shadaqah. Dengan
menyadari potensi zakat yang cukup besar, maka pemerintah Indonesia ikut
menentukan cara melakukan pengelolaan
managemen zakat agar dapat dilakukan dengan benar dan baik, sehingga
pemberdayaan sesuai dan tepat sasaran. Ketentuan itu diatur melalui UU Nomor 38
Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat yang telah diamndemenkan dengan UU Nomor
23 Tahun 2011, keputusan Presiden RI Nomor 2001 tentang badan amil akat
nasional, . mengenai pengelolaan zaat secara umum didalam penjelasan umum UU
Nomor 38 Tahun 1999, bahwa: “undang-ungdang tentang pengelolan zakat juga
mencakup pengelolaan infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat dengan
perencanaan, pengorganisian, pelaksanan, dan pengawasan agar mnjadi pedoman
bagi muzakki dan mustahiq, baik perorangan maupun adan hukum atau organisasi.
D.
Badan
Pengelola Zakat
Pengelolaan zakat ini telah dilakukan sejak zaman Rasulullah, pada
saat itu cara pengelolaan zakatnya masih terkesan sederhana, tingkat kedalaman
iman rakyat begitu kuat. Sepanjang masa pemerintahan Nabi, bagi orang-orang
yang tidak membayar zakat sanksi yang disampaikan baru dalam bentuk dan berupa
peringatantentang adanya siksa di akhirat.
Perubahan kebijakan mengenai zakat baru terjadi pada masa
pemerintahan Abu Bakar Ash Shidiq, yaitu pemberian sanksi yang nyata dan
formal, bahkan dikenakan dalam skala massal. Selanjutnya kelompok rakyat yang
menolak membayar zakat kepada negara diperangi negara dengan keras. Demikian
yang dilakukan oleh Umar, Usman, dan Ali. Bahkan juga pemerintahan-pemarintahan
dinasti Islam pada abad pertenganhan Islam.
Sejalan degan runtuhnya daulah Islamiyah, pengelolaan zakat berada
dalam kondisi yang memprihatinkan. Tidak sedikit umat Islam yang memiliki
kemampuan, tetapi tidak mau membayar zakat. Lebih-lebih keadaan ini diperparah
dengan kemiskinan yang meraja lela karena penjajahan dan juga akibat dari
pecahnya perang dunia ke-2, beruntung pada awal tahun 1999 regulasi tentang
pengelolaan zakat telah disahkan, disusul
dengan keputusan presiden RI Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS)
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pengelolaan zakat dapat
dilakukan oleh dua lembaga yang berwenang mengumpulkan dan memberdayakan zakat
secara nasional, yaitu BAZNAS yang dibentuk pemerintah dan LAZNAS yang dibentuk
oleh masyarakat. Dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat disebutkan bahwa BAZNAS
yang berkedudukan di ibu kota negara merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untung mengelola zakat secara nasional, ia bersifat mandiri dan bertabggung
jawab terhadap Presiden dan Mentri. Terdiri dari 11 anggota yaitu 8 dari
lapisan masyarakat dan 3 dari pihak pemerintah. Unsur tersebut terdiri dari
tokoh ulama, tenaga professional dan tokoh masyarakat Islam. Funsinya yaitu
melakukan perencanaan, pengendalian dan pelaporan hasil pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Selanjutnya pelaksaan pengelolaan
zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten.
Adapun lembaga yang membantu dalam pengumpulan zakat itu sendiri
adalah LAZ (lembaga amil zakat). Ia berkewajiban melakukan pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang telah diaudi syariat dan keuangan.
Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip
pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
E.
Zakat
Sebagai Pengurang Pajak
Dalam pemahaman kelompok konservatif, zakat dan pajak merupakan dua
entitas yang berbeda acuan. Dipandangnya zakat sebagai urusan ukhrawi dan pajak
sebagai urusan umara. Padahal dua entitas itu senyawa dalam kewajiban seorang
muslim. Oleh karena itu, seorang muslim tidak harus dikenai dua kewajiban dalam
substansi yang sama, sehinnga seorang muslim yang telah menunaikan zakat dapat diperhitungkan sebagai pemenuhan
atas pajak. Ketentuan ini telah berlaku efektif di Malaysia. Di Indoesia sendiri, dalam rangka menggugah dan mensiasati masyarakat muslim agar dapat mengeluarkan sebagai kewajiban agamanya dan juga tidak melupakan kewajiban dalam membayar pajak sebagai kewajiban seorang warga negara. Pada prinsipnya, peraturan yang diberikan pemerintahan melalui UU yang mengatur tentang pengelolaan zakat ini, telah memberikan arah kebijakan dan keringanan dalam masyarakat dalam menunaikan kewajiban agama dan kewajiban negara sekaligus. Akan tetapi dalam realitanya, ketentuan itu belum diketahui dan dipahami oleh masyarakat muslim secara luas. Hal ini dapat dirasakan oleh lemahnya sosialisasi tentang peraturan tersebut. Sehingga banyak masyarakat yang melaksanakan kewajiban kedua-duanya dalam waktu yang bersamaan.
Penilaian dan komentar terhadap isi buku (BAB III)
Dari segi pandang penulis, Penulis menilai bahwa keunggulan dari
buku ini adalah terletak ada gaya kebahasaan yang digunakan, bahasa yang
digunakan dalam buku ini cukup mudah untuk dipahami, karena memang dalam
penggunaan bahasanya tidak terlalu banyak menggunakan istilah-istilah ilmiah, namun
disamping itu yang perhatikan pula
adalah materi yang terdapat didalamnya kurang lengkap. Salah satu contohnya
dalam Bab III membahas masalah zakat, namun tidak terdapat pembahasan seperti
apa sesungguhnya takaran-takaran atau jumlah zakat (harta) yang harus
dikeluarkan. Lebih-lebih masalah zakat harta dan sebagainya. Sehingga ketika
membaca buku ini penulis tidak memahami bagaimana sesungguhnya takaran atau
jumlah harta yang harus dikeluarkan ketika harta kita telah mencapai nisab,
bahkan porsentasinya sama sekali tidak dibahas. Kerena penulis perpendapat
posentasi akan zakat ini bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele, untuk
mencegah akan adanya tindakan yang dzolim seperti adanya pihak-pihak yang
merasa dirugikan. Selain dari itu buku ini hanya terdapat tulisan atau terlalu
monoton dalam segi tulisan saja, jadi untuk menambah nilai seni dalam membaca
tidak ada salahnya menambah dekorasi gambar yang menyangkut materi yang sedang
dibahas, agar pembaca tidak cenderung merasa bosan ketika sedang membaca buku
ini.
0 komentar:
Posting Komentar